Nasehat Juragan Tahu
- Suci Wulandari putri
- Nov 27, 2020
- 1 min read
“Sudah semester berapa kuliah, Ci”
Ya, itu adalah pertanyaan pertama seorang bapak-bapak siang itu yang tengah mampir untuk sekedar duduk-duduk di bengkel. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sudah tidak asing di telinga, dan enak untuk didengar, dari pada bertemu dengan emak-emak di pasar yang secara spontan bertanya,
“Sudah berapa anak?”
Wait, what?
Pertama kali saat saya pulang libur semester awal perkuliahan, saya kaget mendengar pertanyaan ini, tapi semakin ke sini semakin terbiasa, karena di lingkungan saya, perempuan seusia saya sudah banyak yang berkeluarga jika mereka tidak melanjutkan pendidikan.
Sembari membaca buku siang itu di bengkel bapak, konsentrasi saya sedikit terganggu dengan ocehan seorang bapak-bapak yang baru saya ketahui ialah seorang juragan tahu.
“Nanti kalau kau sudah lulus kuliah, kau kerja dulu, bahagiakan dirimu, jangan pulang-pulang minta dinikahkan! Bayar susahnya kau belajar dari dulu dengan menyenangkan dirimu sendiri, sebelum mengurus anak orang lain”
Aku yang awalnya membaca buku, terhenti seketika. Tapi kepalaku masih menunduk ke arah buku, pura pura membaca, bisa jadi kalimat itu bukan ditujukan padaku.
“Kau dengar, Ci?”
Aku tersentak, ternyata benar kalimat itu ditujukan padaku.
Dalam hati aku bersorak, ah ternyata masih ada orang di sini yang tidak menyuruhku nikah cepat.
Ah, nikah ya? Haha terdengar asing dan sedikit lebih dewasa, rasanya aku baru anak kemaren yang main lompat tali di lapangan, sekarang dimana-mana temanku selalu ngebahas nikah. Sudah bosan.
“Jodohmu tak akan tertukar, kau isilah otakmu dengan baik, biar otak anakmu kelak bisa cerdas macam kau”.
Oih, besar kepalaku tak bisa dipungkiri mendengar penuturan bapak juragan tahu itu.
Saya sadar pemikiran ini mungkin tidak sepenuhnya sejalan dengan semua orang, termasuk kalian yang sedang membaca ini, jadi saya pun tidak memaksakan argumen ini harus kalian implementasikan. Terimakasih Pak Juragan tahu!
Comments