Review Buku TWINY Brian Khrisna
- Suci Wulandari putri
- Apr 6, 2021
- 3 min read
Tipe laki-laki itu ada 2, kalau ga bajingan, ya homo!
Agaknya itu kalimat yang masih terngiang ngiang di benak gue kalau udah ngomongin seputar kaum adam ini. Gue dengar kalimat itu pertama kali dengan penuh emosi, bete dan nahan pemberontakan setengah mati, diucapkan oleh komika sekaligus penulis favorit gue dari Smp, yaitu Raditya Dika.
Gue inget banget sewaktu stand up comedy, Raditya Dika mengucapkan kalimat itu dengan berapi-api seolah rasa kesal, emosi, dan ga terima atas kalimat itu dilontarkan sambil ngegas.
Sejujurnya gue juga kurang setuju sih, karena makhluk adam ini juga ga selamanya bajingan, kadang bisa juga jadi buaya (*haha canda). Waktu itu gue yang masih polos dan belum mengerti sengkarut dunia percintaan tai kucing ini, cuma mangut-mangut sambil dalam hati mikir
“emang cowok segitu jahatnya ya diciptakan Tuhan? Kasian sekali, betapa tidak punya martabatnya ya mereka cuma dikategorikan ke dalam dua tipe. Kingdom aja ada 7 tipe loh, masa kalah?.
Tapi balik lagi, itu kan pemikiran anak SD ya, jadi belum tau apa-apa. Tapi semakin ke sini semakin menyadari kalau kalimat itu ada benarnya juga. Apalagi setelah baca bukunya Brian Khrisna yang judulnya This is Why I Need You (TWINY), buku yang sampai sekarang gue sayang banget.
Emang ada hubungan apa antara cowo bajingan dan homo sama buku TWINY? Oh jelas ada..
Jadi pada kesempatan ini gue ingin berbagi sedikit cerita soal buku TWINY dan korelasinya sama kalimat Raditya Dika di atas.
Pertama-tama, yang suka novel genre teenlit, kayanya bisa close the door aja, karena ini akan jauh dari ekspektasi kalian. Bagi yag suka genre komedi romance, mari merapat karena ini adalah buku yang sesuai dengan genre kalian.
So, pertama-tama mari sama-sama ucapkan terimakasih kepada yang mulia Brian Khrisna, karena sudah punya ide gila menampilkan hal-hal yang dipandang tabu ke permukaan dengan gaya komedinya. Jadinya ini buku tidak terkesan kayak buku komedi-bokep.
Karakter tokoh yang disajikan unik dan berbeda dari novel-novel kebanyakan, dan di luar ekspektasi. Ryan, sebagai tokoh utama di sini digambarkan dengan tutur kata dan deskripsi yang ringan dan lucu oleh penulis. Kayanya karena gaya penulisnya emang rada slengekan, jadi cara bertuturnya juga ringan, menyenangkan, dan mudah dipahami.
Kedua, Ada Mba Adele, alias Lifana, sebagai tokoh yang berperan penting dalam novel ini. Mahasiswa kedokteran, cantik jelita-mempesona-aduhai-mampus gila. Kehadiran Mba Adele pada awalnya membuat gue yang awalnya mengaminkan bahwa hidup sendiri itu lebih enak ala Ryan, malah terusik denagn kehadiran sosok dia. Tapi ya mau bagaimana lagi, kadang apa yang menurut kita buruk, justru itu yang akan menuntun kita ke hal yang menyenangkan.
Oke, back to topic, dari sekian banyak tokoh, menurut gue dua tokoh ini yang kayanya perlu disorot. Ryan dengan karakternya yang ga mau diganggu, menyenangi kesendirian, dan ga suka keramaian, harus bertemu dengan Lifana, si cewek ga waras yang dengan seenak dengkulnya pesan alkohol kadar 75%.
Bagi yang ingin tinggal di Bandung, atau yang sudah tinggal di Bandung tapi mainnya kurang jauh, harus baca buk ini. Karena meskipun ini namanya novel, alias fiksi, tapi hal-hal yang diceritakan penulis di buku ini memang benar-benar terjadi di dunia nyata.
Bagaimana gelapnya sisi lain dari Kota Bandung yang katanya nyaman dan tentram banget dijadikan tempat tinggal. Tapi penulis di sini mengungkap tabir yang selama ini belum banyak diketahui orang-orang, salah satunya ya bagaimana pergaulan mahasiswa Bandung.
Orang yang kelihatannya alim-alim aja di kampus, kita ga akan pernah tau apa yang terjadi di sisi hidupnya yang tidak kita ketahui. Entah itu jadi pelayan sex bebas, penjaga bar, penjual narkoba, dan hal-hal yang menurut kita itu ga mungkin.
Sebaliknya juga gitu, orang-orang yag kelihatannya kacau, tatoan, hidupnya berantakan, bisa saja di sisi yang tidak kita ketahui, mereka menjadi kaka asuh di panti asuhan, membantu nenek-nenek jualan batagor, atau jadi penjaga masjid.
Perihal hidup orang lain, kita ga akan pernah tau.
Di sini lah digambarkan Brian Khrisna, dibalik peliknya dunia kampus, hidup, dan juga percintaannya, ada hal yang kemudian menjadi beban berat yang dipikul seseorang. Salah satunya ya beban yang dipikul oleh Ryan.
Membaca 590 halaman novel ini, benar-benar membuat gue kaget dengan alur yang disuguhkan, kaget dengan hal yang sudah lama sekali atu bahkan jarang diangkat ke lembaran-lembaran fiksi seperti ini.
Setelah baca novel TWINY ini, sepertinya kalian akan menemukan jawaban kenapa kalimat Raditya Dika di atas muncul , dan kalian bisa menyimpulkan sendiri apaka kalimat itu benar adanya atau cuma ungkapan emosi kaum perempuan saja.
Kayanya ini belum cocok dikatakan review buku, karena dangkal banget. Nanti deh kalau gue udah paham banget dan ga males buat review, gue revisi nanti ya haha
Cheers, #TimMbaAdele
Comments