top of page

Seni Ngurusin Hidup Orang Lain

Memasuki tahun ke 2 perkuliahan, saya melihat perubahan yang begitu drastis dari beberapa teman saya. Sebagai orang yang sudah melihat bagaimana mereka berproses sampai saat ini, saya sudah menduga kalau mereka akan sampai ke titik ini, yakni hijrah total. Namun saya tidak menduga kalau waktu yang mereka gunakan untuk meyakinkan diri begitu cepat. Mungkin keputusan ini sudah mereka rencanakan dan pikirkan matang-matang jauh sebelum saya menyadari. Hijrah yang dilakukan pun tidak tanggung-tanggung, setelah memantapkan hati dan pikiran, teman saya memutuskan untuk memakai cadar. Ya, cadar. Ada yang salah?, tentu saja tidak. Setiap orang punya hak masing-masing untuk memilih. Ketika seseorang memutuskan untuk memilih suatu pilihan, berarti ia sudah tau dan siap dengan resiko yang akan didapat.

Melihat proses mereka yang begitu cepat, tentu saja menimbulkan perspektif yang beragam dari orang — orang yang ada di sekitar, terutama dari orang-orang yang sudah kenal dan mengetahui bagaimana mereka di masa lalu, salah satunya saya. Banyak pihak yang mendukung keputusan mereka ini, namun di samping itu tentu saja juga ada saja pihak yang tidak suka dengan keputusan mereka. Ada yang menilai kalau mereka berubah karena ikut-ikutan trend. Simpang siur celotehan ketidaksukaan terdengar di telinga saya ketika ada yang menilai proses perubahaan teman saya ini.

“Pakaiannya bisa saja berubah, tapi kita ga tau, kan, mereka di dalam seperti apa.”

Pedih sekali ketika mendengarnya.

Ya, begitulah kira-kira tanggapan orang-orang yang tidak suka dan menilai negatif karena masih melihat seseorang yang ada saat ini berdasarkan apa yang ia ketahui dan ia lihat di masa lalu. Setiap orang memiliki fase-fase dalam hidupnya, dan fase tersebut tidak akan datang secara bersamaan kepada setiap orang. Ada fase dimana seseorang merasa dirinya baik-baik saja, ada juga fase dimana seseorang memutuskan untuk berubah karena alasan tertentu. Setiap fase pun akan memiliki tantangan masing-masing, namun waktu terberat yang dihadapi oleh seseorang bukanlah berada pada suatu fase yang sudah jauh di atas dugaan orang lain, namun berada pada proses perpindahan fase itu sendiri.

Setiap orang punya hak untuk memilih dan memutuskan, salah satunya memutuskan untuk berhijrah. Saya rasa perasaan tidak suka terhadap orang yang sedang mencari jati diri bukanlah suatu perbuatan yang baik untuk dipelihara, apalagi ditularkan pada orang lain agar mereka juga ikut memandang buruk. Hijrah adalah pilihan seseorang, hal itu tentu saja tidak akan merugikan pihak yang tidak suka, toh mereka yang sedang hijrah pun tidak meminta untuk dibelikan baju gamis, jilbab syar’i, ataupun cadar. Apa yang kamu pakai, itulah identitasmu.

Memandang seseorang di masa sekarang dengan berpatokan pada masa lalunya bukanlah suatu sikap yang mencerminkan kedewasaan. Jangan hanya karena kamu melihat seseorang di masa lalu buruk, maka kamu akan berpikiran hal yang sama di masa sekarang. Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya. Jika melihat saya di masa lalu, saya hampir lupa bahwa saya dulu termasuk ke dalam lingkungan orang-orang yang tidak menyukai mereka yang saat ini justru saya bela setiap ada yang berspekulasi ngawur dan asal ceplos ketika menilai.

“Kamu kaya ga tau mereka aja, mereka kan dulu bla..bla…bla..” itulah tanggapan yang saya terima ketika saya mencoba untuk meluruskan keadaan yang sebenarnya.

Seiring berjalannya waktu saya mulai menyadari bahwa tidak semua orang akan berada di fase stagnan. Setiap orang akan berpindah, entah itu ke arah yang lebih baik, atau mungkin sebaliknya. Orang yang hanya diam dan setia menjadi penonton, tanpa berbuat apa-apa, saya rasa waktu berharga yang diberikan Tuhan tidak mereka manfaatkan dengan baik, dan itulah salah satu bentuk orang yang merugi.

Sayangnya, hal ini masih belum bisa dimaknai dengan baik oleh setiap orang. Namun saya salut dengan keteguhan prinsip yang dipegang oleh teman saya ini, bagaimanapun orang lain melihat mereka sekarang, tidak menggoyahkan hati mereka sedikitpun. Bahkan dulu saya beranggapan bahwa setelah mendapat respon yang kurang baik dari orang-orang di sekitar, mereka akan mundur dan berhenti di fase itu dan menutup mata seolah tidak ada yang terjadi. Namun perkiraan saya salah, justru mereka membeli celotehan tidak mengenakkan itu dengan sikap dewasa dan semakin meyakinkan diri. Ya, mereka memberikan feedback dengan cara yang lebih elegan.

Setiap orang akan menilai dan melihat suatu hal dengan perspektif yang berbeda-beda. Apa yang kamu ucapkan merupakan cerminan dirimu sendiri, mulutmu adalah harimaumu, yang setiap saat bisa saja menerkam kepalamu sendiri. Apa hak kita menilai baik atau buruknya seseorang? bahkan begitu munafik rasanya ketika kita melihat orang lain di masa lalu dengan enggan, padahal kita sendiri pun tidak tau bagaimana penilaian orang lain pada masa lalu kita. Seolah merasa percaya diri dan yakin bahwa apa yang kamu lakukan adalah hal yang benar. Menolak untuk menerima orang lain yang dulu kita anggap buruk, yang sekarang jauh lebih baik, bukanlah hal yang pantas. Tuhan saja memberikan kesempatan pada setiap manusia untuk berubah, lalu apa hakmu untuk menolak?.

Tulisan ini dibuat pada 10 Desember 2019

コメント


Post: Blog2 Post
  • Twitter
  • LinkedIn
  • Instagram

©2020 by Succ Portofolio. Proudly created with Wix.com

bottom of page