Udah, Jadi Cewek Ga Usah Pintar-Pintat Amat lah!
- Suci Wulandari putri
- Dec 21, 2019
- 2 min read
Pandemi covid 19 yang terjadi di Indonesia saat ini begitu mengkhawatirkan. Tidak hanya bagi pemerintah, tenaga medis, dosen, siswa maupun mahasiswa, atau bahkan amang-amang jualan cilok di pengkolan sekalipun. Tapi ada yang lebih khawatir jika pandemi ini tak juga kunjung berakhir. Ia adalah ibu rumah tangga. Terlepas dari tugas rumahan, mereka juga merangkap sebagai guru untuk anak-anak mereka karena kegiatan belajar mengajar di sekolahan saat ini dialihkan ke rumah masing-masing dengan sistem belajar daring.
“ Saya ga paham materi pelajaran anak, yang seharusnya belajar dan mengerjakan pr itu, ya anak saya. Ini kok malah saya yang jadinya belajar ke gurunya ”
“Ini seharunya tugas ibu guru ngajarin anak-anak, bukan malah saya yang turun tangan, saya kan ga ngerti”
“Bu guru, kapan sekolah dimulai? Saya pusing ga ngerti gimana ngajarin materi ke anak-anak”
Ya itulah sebagain besar keluh kesah ibu-ibu orang tua murid yang saya temui dari salah satu chat Whatsapp group orang tua murid dan guru yang menjadi perantara belajar untuk anak mereka. Itu hanya beberapa keluhan dari banyak keluhan lainnya yang dilontarkan oleh orangtua murid saat ini.
Mendengar banyaknya keluhan yang terngiang di telinga saya menjadi bukti bahwa peran perempuan setelah menikah dan punya anak nantinya, tidak hanya berkutat di sumur, dapur, dan kasur saja. Banyak aspek serta kewajiban seorang perempuan ketika ia memutuskan untuk berkeluarga dan berkomitmen untuk punya anak bersama sang suami nantinya. Peran kedua belah pihak ini sangat penting untuk masa depan serta tumbuh kembang kecerdasan anaknya. Pada dasarnya ibu adalah sekolah pertama untuk anak-anaknya. Jadi sudah sewajarnya mereka mendampingi anak-anaknya dalam belajar. Itulah kenapa ilmu dan kecerdasan seorang perempuan sangat berguna nantinya untuk mendidik anak-anaknya kelak.
Melihat situasi yang terjadi saat ini mengingatkan saya pada pernyataan yang sempat menjadi perbincangan di twitter, yaitu :
“Jadi perempuan, gausah pinter-pinter banget, gausah terlalu tinggi sekolahnya, ntar susah dapet jodoh karena cowoknya minder”
Hei perempuan, betapa kuno dan tidak berpikir logisnya kalian kalau sekiranya ikut mengamini pernyataan itu. Keadaan sekarang yang mengharuskan anak-anak untuk belajar di rumah dengan dampingan orang tua adalah salah satu bukti bahwa isi otakmu sangat diperlukan untuk membimbing anak saat belajar. Jadi tidak ada lagi pernyataan :
“ngapain sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga juga”
Ada yang salah dengan ibu rumah tangga? Tentu saja tidak. Yang menjadi permasalahan ialah konsep ibu rumah tangga yang tertanam dalam pikiran setiap orang. Jika definisi ibu rumah tangga sekedar memasak, menyapu rumah, mencuci piring dan baju, pembantu rumah tangga di rumah kalian pun juga bisa melakukanya. Lalu, apa bedanya?
Ada atau tidak adanya kegiatan di sekolah, peran perempuan sebagai ibu sangat penting untuk berbagi ilmu dengan anaknya. Hal ini bukan berarti peran sang ayah tidak penting di sini. Oleh karena itu sudah tidak zamannya lagi konsep rumah tangga yang harmonis itu : ibu memasak di dapur, ayah membaca koran sembari minum teh di teras rumah, dan sang anak belajar sendiri di meja belajar. Itu hanya terjadi di iklan-iklan teh kantong, atau biskuit yang sering dilihat di televisi, wahai people~.
Komentáře